Assalamualaikum...Selamat datang di Cepi's Notes. Sesuai judulnya, blog ini hanyalah berisi catatan-catatan pribadi saya tentang beberapa hal yang saya lihat, dengar, dan rasakan. Karenanya, tentu tidak menjamin kepuasan Anda, hehehe... Terima kasih telah mampir.

MENUJU SENJA


Sepi menggigit
Sukma bahagia memagut cinta
Meski sepi
Dunia hangat dengan tipu daya

Apa yang aku hadapi
Hanyalah jalan menuju senja
Yang sebentar lagi dilipat
Oleh masa masa sesaat

Malang daku
Jika hanya memungut uang saku
Lupa doa pada sang maha empu
Jerih payahku hanya kan diam dalam bisu

Koskosan, 3/1/2011 8:20:37 PM

Marah


B
aru saja mata saya mau terpejam, bermaksud mau menikmati qailulah (tidur siang), saya dikagetkan dengan keributan dari tetangga sebelah. Terdengar beberapa orang ibu-ibu melerai sebuah pertengkaran antara anak perempuan dengan ibunya yang udah renta.  Diantara riuh suara orang-orang yang melerai, terdengar suara yang sangat keras, "Kalau ada suami gua lu ga berani ngomong," kata suara perempuan yang saya yakini itu suara anaknya.
            "Sudah, hei jangan, kamu sedang emosi," suara iu-ibu terdengar melerai. Entah apa yang akan dilakukan dan siapa yang melakukan ketika itu. Dugaan saya, mungkin ada seseorang dari kedua yang bertengkar itu yang akan melakukan tindakan kekerasan fisik dengan suatu benda.
            Setelah beberapa saat, dan dinilai sudah mereda emosi mereka, ibu-ibu yang tadi melerai tampaknya udah pergi ke rumah masing-masing. Namun, setelah itu, pertengkaran kembali tersulut. Si ibu kini berani juga melawan dengan kata-kata yang keras juga, padahal beberapa hari yang lalu dia hanya diam, sumpah serapah dimonopoli sama sang anak.
            "Lu gila, orang mau makan dibuangin. Emang gua nyusahin elu. Gua apa-apa sendiri, gila lu," kata sang ibu. Si anak pun tak mau kalah, dia menimpal, "Makanya kalau ga mau hua keluarin nurut sama omongan gua. Lu berak dimana-mana, elu yang gila" katanya. "Elu yang gila," bantah si ibu. Dan banyak lagi kata-kata kotor yang keluar, sampai telinga saya mau robek rasanya. Ingin sekali menyumpal mulut keduanya.
Pertengkaran semacam itu sudah beberapa hari terdengar dari tetangga sebelah kosan saya. Saya tidak tahu persis berapa lama mereka bertengkar karena saya baru  bertentangga dengan mereka sekitar semingguan. Tapi ketika itu, semua orang tak acuh. Termasuk saya. Mungkin mereka tak mau masuk ke dalam urusan internal keluarga orang lain. Saya masih belum mengetahui akar permasalahannya, sehingga seorang anak begitu berani memarahi ibunya sampai teriak-teriak dan dengan kata-kata kasar juga kotor.
Si ibu rupanya tinggal di salah satu anaknya. Sebab tadi dia sempat mengucapkan, "Emangnya anak gua lu doang?" Tadi sempat terdengar dari anaknya kata-kata tai, sembarangan, dan lain-lain. Saya menduga si ibu sudah tua dan bahkan sudah pikun. Si anak merasa terganggu dengan ulah ibunya. Entahlah bagaimana  persoalan sebenarnya, saya belum sempat wawancara ke tetangga yang lain.
Mengapa orang begitu cepat marah? Cinta, seolah sudah tidak membumi lagi. Permasalahan sepele bisa menjadi besar. Manusia menjadi mudah marah. Wajah-wajah terlihat mengandung bara api. Tersinggung sedikit urusannya golok, parang, dan sebagainya.

Cecere


Cerita rakyat jelita bukan lagi cerita
Sedihnya cukup dimakan sendiri
Sedikit sekali yang mencoba peduli
Cerita rakyat jelata sungguh jelita

Cecere hanyalah cecere
Tak akan menjadi kakap atau gurame
Biarlah demikian, kakap banyak yang tertawan
Di balik jeruji, yang katanya sih jeruji keadilan

Cecere hanya punya satu pegangan
Tali keimanan yang mengingat erat
Meski kadang tak total menyembah
Semoga saja kefakiran tak menjadi kekufuran
Sebab bila itu terjadi
Habislah dia ditelan rugi
Rugi tak mengenyam surga dunia
Rugi tak merengkuh surga akhirat


Koskosan, 3/5/2011 3:00:24 AM